Minggu, 30 Desember 2012

Kisah Pengemis Yang Buta

Hujan belum sepenuhnya reda mengguyur Kota Solo. Dengan salah seorang temannya, ia memutuskan untuk makan malam di luar. Sebenarnya keinginan makan sudah sejak sore. Karena cuaca yang tidak memungkinkan, membuat ia harus menunda waktu makan malamnya. Awalnya mereka mencari makan di dekat SPBU dekat kos. Akan tetapi karena nasinya habis membuat mereka harus mencari alternatif lain. Dipilihlah nasi gudeg yang tidak jauh dari kosnya. Selama makan tidak ada sesuatu yang spesial karena begitulan makanan khas Yogya ini. Meski di Solo, gudeg tetap lah gudeg. Ia pun sempat berfikir, sebenarnya di Solo ada nasi jenis ini tetapi dengan nama berbeda. Umumnya masyarakat menyebutnya nasi gori, bukan gudeg. Bahan yang digunakan sama, yakni buah nangka muda yang dimasak menjadi sayur. Gori dapat menjadin gudeg ketika dimasak lebih lama shingga nangka muda terlihat hitam. Dengan kata lain sayur gori adalah fase sebelum menjadi gudeg. Selesai makan, ia ngobrol dengan temannya sambil menunggu minuman teh habis. Di tengah obrolan, tiba-tiba saja muncul seorang perempuan paruh baya berkacamata hitam dari luar. Perempuan tersebut kemudian meminta uang kepadanya. Tanpa menaruh kecurigaan sedikit pu, ia memberikan uang bergambar Pattimura kepada perempuan itu. Setelah menerimanya perempuan tersebut menghampiri pembeli lainnya. Dari cara berjalannya, ia tahu bahwa perempuan yang baru saja menghampirinya itu ternyata buta. Tanpa menggunakan tongkat sebagai alat bantu, perempuan itu dapat menghampiri pembeli yang lain untuk meminta belas kasihan. Setelah jauh meninggalkan warung makan Gado-gado, pemilik warung memberitahunya bahwa perempuan yang baru saja datang sebenarnya tidak buta. Kacamata yang dipakai hanya menjadi trik agar dapat merauk uang lebih. Dan ternyata benar. Setelah diperhatikannya, semakin jauh meninggalkan berjalan warung justru pengemis itu dapat berjalan dengan lancar. Bahkan di bawah cahaya lampu ia sempat menghitung uang yang didapatkannya. Penjual gudeg juga menceritakan sedikit pengalamannya. Pernah suatu ketika ia menyembunyikan payung yang dibawa pengemis itu tetapi dengan mudah didapatkannya. Tentu bagi orang buta itu bukan pekerjaan yang mudah. Ia tidak mempermasalahkan uang yang telah diberikan, tetapi merasa heran dengan cara yang digunakan oleh pengemis tersebut. Demi mendapatkan uang ia harus rela berakting sebagai orang buta. Tentu ini bukan hanya pengemis itu yang melakukan. Seringkali para pengemis melakukan cara-cara ‘kreatif’ agar mendapatkan hasil lebih maksimal. Misalnya saja menyewa anak atau memperlihatkan dirinya sebagai seorang yang benar-benar harus disantuni. Hal-hal yang dilakukan ini tidak lain adalah agar mendapatkan perhatian dari orang lain. Ia pun berfikir, apakah profesi sebagai pengemis yang dilakukan sebenarnya menjadi pekerjaan utama atau sekadar berekspresi diri. Entahlah. Ditulis di Gendingan,Minggu (30/12) pukul 20.00 WIB