Kamis, 25 Agustus 2011

Sebuah Harlah


Setiap kali memperingati hari lahir atau Harlah setiap orang mempunyai keinginan menjadi lebih baik, begitu juga dengan diriku. Tidak ada manusia yang sempurna, namun usaha untuk menuju ke sana harus tetap dilakukan.
Terdapat dua makna setiap peringatan Harlah, yaitu penambahan dan pengurangan. Dalam pandangan banyak orang dengan bertambahnya umur berarti bertambah angka umur seseorang. Sedangakan pengurangan umur adalah berkaitan dengan umur manusia sudah ditentukan berapa lamanya. Hanya saja manusia belum tahu itu sampai kapan. Dengan bertambahnya umur berarti akan mengurangi masa aktif untuk hidup di dunia ini. Jadi dengan peringatan adanya Harlah memang ada penambahan umur yang juga sekaligus pengurangan jatah hidup.
Banyak keinginan yang ingin kuwujudkan selama satu tahun (periode) mendatang. Dalam dunia organisasi disebut dengan visi dan misi. Hal pertama yang ingin saya ubah adalah sikapku yang menurut sebagian teman-temanku masih kurang dewasa. Kritikan ini lebih bisa direalisasikan daripada merubah wajah yang juga menurut sebagian teman-temanku yang lain masih terlalu kanak-kanak (baby face). Kalau sikap, watak, dan penampilan itu memang boleh diganti, bukan wajah yang sudah diberikan-Nya. Karena dengan wajah inilah sesungghnya yang terbaik bagiku. Dia yang lebih tahu apa yang terjadi padaku di masa mendatang daripada diriku sendiri.
Kedua adalah menumbuhkan untuk semangat menjalani hidup. Baik itu dalam hal mengerjakan skripsi mapun dalam kehidupan organisasi. Karena dua hal itu adalah aktivitas terakhirku di kota Solo saat ini. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah semanagt mengabdi sebagai hamba dan khalifatullah di bumi ini.
Kado istimewa
Peringatan Harlah kali ini adalah sesuatu yang sangat istimewa. Banyak hal yang membuat hatiku bergembira ketika tanggal 25 Agustus 2011 yang bertepatan dengan 25 Ramadhan 1432 H. bukan hanya karena begitu banyak teman yang memberikan ucapan selamat dan dukungan moril lewat facebook dan sms, tetapi juga kebahagiaan datang karena proposal skripsiku diterima oleh dosen pembimbingku. Selain itu yang tidak kalah membahagiakannya juga saya dapat menikmati indahnya setiap malam-malam Ramadhan dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat, dan semoga mendapatkan (kado) Lailatu Qadar. Amin…
Sebagai bentuk rasa syukur, Kamis (25/8) sore insyaallah diadakan acara do’a dan buka bersama bersama di Sekretariat PMII. Mungkin ini juga sebagai penutup seluruh kegiatan Ramadhan bagi mahasiswa UNS sebelum pulang kampung alias mudik.
Terima kasih saya ucapkan kepada semua teman-temanku yang memberikan ucapan selamat dan semangat kepadaku. Do’a dan semangat yang kalian berikan semoga juga akan kalian dapatkan. Selamat mudik ke kampung halaman masing-masing untuk bertemu orang-orang yang dicintai. Hati-hati di jalan, sampai bertemu lagi dalam keadaan yang fitri.
Ditulis di Perpustakaan Pusat UNS, 25 Agustus 2011/ 25 Ramadhan 1432 H pukul 14.10 Wib.

Selasa, 23 Agustus 2011

Begitu Cepat

Sering kali dalam berbagai ceramah Ramadhan kita mendengar penceramah yang mengatakan “Tidak terasa Ramadhan telah akan selesai.” Benarkah Ramadhan itu tidak terasa?
Dari ungkapan tersebut sang pendakwah ingin mengingatkan kepada jama’ah bahwa waktu itu berjalan begitu cepat. Saking cepatnya, sampai-sampai Ramadhan yang sangat berat bagi umat terdahulu untuk berpuasa (tidak terasa) akan selsai, hanya tinggal beberapa hari saja.
Berbicara tentang waktu, dia adalah jawaban semua permasalahan manusia. Semuanya urusan manusia akan selesai seiring dengan berjalannya waktu. Karena pada dasarnya sifat waktu adalah akan terus berjalan terus tidak peduli apa yang dialami oleh manusia. Apakah susah atau senang waktu akan tetap berjalan. Begitu juga dengan Ramadhan yang seakan berjalan begitu cepat. Cepat atau tidaknya suatu peristiwa tergantung dari manusia sebagai obyek pelakuknya. Manusia dengan segala potensi yang dimilikinya dapat memanfaatkan waktu singkat yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia. Apalagi Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Sayang jika hanya dilakukan dengan biasa-biasa saja.
Ramadhan tidak sekadar perubahan jam tayang kehidupan seseorang. Sarapan pagi diganti lebih pagi, tidur malam dipercepat di pagi hari, dan malam tetap malam, yaitu untuk tidur. Mungkin itu yang menjadikan bulan puasa terasa begitu cepat.
Terasa atau tidak Ramadhan sudah menjelang akhir. Semoga di sisa hari yang ada kualitas ibadah kita menjadi lebih baik. Dan semoga keluar darinya menjadi insan yang bertaqwa. Amin…
Ditulis di Perpustakaan pusat uns, 24 Ramadhan 1432 H, pukul 13.30 WIB

Senin, 08 Agustus 2011

UNS Ramai Kembali, Sebuah Catatan Ramadhan

Suasana kampus UNS kembali ramai setelah beberapa pekan tidak dijamah mahasiswa. Senin (8/8) pagi itu adalah hari pertama dimulainya seluruh kegiatan di kampus.
Seluruh mahasiswa baru S1 dari berbagai jurusan pada pagi itu mengikuti kegiatan upacara perdana sebagai serangkaian kegiatan orientasi mahasiswa baru (Osmaru). Kegiatan ini dilaksanakan sampai beberapa hari ke depan. Selain upacara, mereka juga diwajibkan mengikuti serangkaian kegiatan lain di fakultas masing-masing.
Tidak mau ketinggalan, mahasiswa lama pun ikut berbondong-nondong ‘nganpus.’ Pada hari yang sama juga kegiatan untuk merencakan perkuliahan di semester mendatang juga mulai. Dalam istilah setempat adalah KRS-an. Begitulah sedikit gambaran keadaan di kampus UNS pada hari ke-8 Ramadhan tahun ini.
Menata Niat
Meskipun bulan puasa, tidak ada alasan untuk tidak beraktivitas. Kegiatan apapun yang dilakukan oleh seseorang, termasuk mahasiswa yang sedang mengikuti serangkaian kegiatan Osmaru dapat bernilai ibadah jika niatnya baik. Justru di bulan yang penuh rahmat ini, sepadat apapun aktivitas yang dilakukan akan menjadi nilai tambah dalam berpuasa.
Pada dasarnya ibadah manusia tidak hanya dengan shalat, membaca Qur’an, zakat, atau berbagai ibadah formal (mahdhah) lainnya. Di samping ibadah formal, ibadah juga dapat diwujudkan dalam bentuk non formal (ghoiru mahdhah). Tidur, ngampus, membaca buku, semuanya dapat bernilai ibadah asalkan sejak awal diniatkan untuk ibadah. Tentunya masih sangat banyak lagi ragam kegiatannya. Alhasil, meskipun terlihat amalan duniawi tapi bernilai ukhrawi.
Ditulis di Perpustakaan UNS, Seni (8/8) pukul 14.52 WIB.

Transformasi Budaya

Meskipun hanya sebentar, saya sempat mengalami sebuah keadaan di mana hampir di setiap depan rumah disediakan air minum. Siapapun boleh meminumnya tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.
Sebuah fenomena yang menarik untuk diteliti. Begitu kuatnya solidaritas masyarakat di Jawa saat itu sehingga setiap rumah berlomba untuk memberikan apa yang bisa diberikan kepada orang lain meskipun hanya air minum. Dan itu menjadi kebiasaan yang sudah mengakar kuat di dalam masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan zaman, pelan tapi pasti kebiasaan tersebut (telah) tercerabut dari akarnya.
Di rumah salah seorang mbahku (Mbah Panisih), sewaktu saya masih kecil masih bisa melihat dan menikmati hal tersebut. Setiap hari selalu disediakan air minum depan rumahnya. Beberapa kali saya meminum air tersebut tanpa harus meminta izin dulu. Di beberapa rumah juga demikian.
Menurutku itu adalah kali pertama dan terakhirnya bagiku. Pada saat itu adalah masa ‘transisi’ dari budaya tradisional menuju budaya modern. Apakah tradisi itu tetap dilanjutkan atau diganti dengan tradisi yang baru ditentukan pada pertengahan tahun 1990-an. Dalam istilah popoler itu disebut post-modern. Dan pilihannya adalah tradisi itu ditinggalkan.
Jika dianalisis secara sederhana, bayak faktor mengapa kebiasaan (baik) tersebut ditinggalkan oleh masyarakatnya. Pertama, kemajuan teknologi. Dulu banyak orang yang bepergian ke suatu tempat masih jalan kaki. Sangat jarang menggunkan kendaraan bermotor seperti saat ini. Fasilitas jalan kaki adalah fasilitas terbaik yang diberikan oleh tuhan yang maha kuasa.
Karena jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh, tidak jarang orang mampir dari satu rumah ke rumah lainnya. Ditambah jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya relatif jauh. Wajar jika dulu banyak orang yang mampir untuk bersilaturahmi dan sekadar minum air yang disediakan.
Kedua, berubahnya mindseat masyarakat. Perubahan ini juga tidak dapat dilepaskan dari faktor pertama. Singkatnya ini adalah faktor turunan, bukan faktor utama. Kemajuan zaman menyebabkan salah satunya adalah menculnya sifat individualistik. Banyak aset-aset yang sebenarnya bisa dimanfaatkan bersama tetapi dijadikan milik pribadi.
Makna lain
Tidak mudah memang untuk mengembalikan tradisi yang sudah ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri. Namun paling tidak nilai-nilai atas tradisi itu masih bisa dimanifestasikan dalam bentuk lain yang lebih menyesuaikan zamannya. Dikatakan demikian karena banyak kendala yang muncul jiak ingin mengembalikan secara utuh. Misalnya, jika disediakan air di depan rumah, siapa yang akan meminumnya. Di beberapa rumah mungkin ada, tapi belum tentu itu bisa berjalan di rumah lain. Apalagi jumlah penjual aneka makanan dan minuman juga semakin banyak.
jika kesulitan mewujudkan dalam bentuk aslinya, yang tidak kalah pentingnya adalah mengamalkan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Jika masyarakat dulu adalah air yang bisa diberikan, mungkin untuk sekarang bisa dalam bentuk lain. Tidak harus dalam bentuk materi (kebendaan). Bisa itu sikap terbuka untuk selalu siap diminta pertolongan oleh orang lain. Intinya memberikan sesuatu yang bisa diberikan kepada orang lain.
Begitu cerdasnya masyarakat kita dulu. Rasa solidaritas masyarakat yang begitu kuat diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol. Saat itu Air minum adalah hal yang bisa diberikan oleh siapapun. Mungkin juga dengan masyarakat saat ini. Meskipun demikian, air adalah sumber kehidupan.
Saya merasa beruntung, meskipun hanya sebentar, pernah melihat sebuah karya besar masyarakat tempo dulu yang sudah tidak ada lagi di sekitar kita. Meskipun sudah tidak lagi dilakukan oleh masyarakat tapi paling tidak yang harus tetap dilestarikan adalah nilai-nilai luhur yaitu peduli kepada sesama. Juga yang tidak boleh dilupakan adalah memberikan sesuatu yang bisa diberikan, meski itu hanya air minum.
Ditulis di Perpustakaan Pusat UNS, Senin, 8 Ramadhan 1432 H, pukul 14.32 WIB

Selasa, 02 Agustus 2011

Agenda Dadakan

Awalnya saya menyangka bahwa di hari Senin (4/4) saya tidak memiliki kesibukan. Tapi ternyata itu salah.
Setelah mandi pagi, ada satu pesan singkat (sms) dari omku. Dia memintaku untuk pergi ke kantornya dan kemudian menuju ke Balaikota Surakarta. “Jam 08.00 WIB ke kantor kemudian ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Solo,” begitu tulisnya.
Saat itu menunjukkan pukul 08.00 WIB. Karena belum persiapan apapun, kemudian saya pun menanyakan seandainya langsung ke Balaikota bagaimana. Dan omku mengizinkan. Dia memintaku unutk menemui salah seorang pegawai di sana dan meminta surat undangan unutk rapat tim surveyor Dana Abadi Rukun Tetangga (RT). Dengan penuh antusias, saya pun menyambut dengan baik tugas ini.
Saya bersyukur karena ada kegiatan yang harus saya lakukan. Padahal sebelumnya tidak ada bayangan sama sekali aktivitas apa yang akan saya lakukan di hari Senin ini. Proposal skripsi juga baru selesai dibaca dosen Selasa (5/4) besok. Kuliah juga tidak ada.
Selesai mempersiapkan semuanya, kemudian saya menuju ke Bapeda yang ada di Balaikota Solo. Sesampainya di sana, saya langsung disambut oleh pegawai yang dimaksud. Tidka lama kemudian kuterima 30 surat undangan yang sudah dicap oleh Bappeda.
Selanjutnya saya harus menuju ke kantornya om Din, Kaukus 17++ di Jalan Sam Ratulangi, Banjarsari. Di sana kemudian saya menuliskan nama-nama yang akan diberi undangan. Nama-nama tersebut adalah perwakilan warga seluruh Kecamatan Laweyan. Rata-rata setiap kelurahan ada tiga warga yang menjadi delegasi. Rapat kordinasi tim surveyor sendiri dilaksanakan Selasa malam pukul 19.00 WIB di Kantor Kecamatan Laweyan.
Butuh waktu dan tenaga ekstra unutk bisa mendistribusikan semua undangan itu. Sebelum berangkat saya niatkan untuk menambah pengalaman. Tidak ada ruginya jika tahu di mana lokasi kantor kelurahan yang ada di Kecamatan Laweyan. Karena tujuan tersebut saya menjadi tidak putus asa selama mengantarkan undangan. Dari gang ke gang saya menanyakan kepada orang yang ada di simpang jalan. Enatah itu tukang becak atau warga, saya tidak segan untuk bertanya.
Dari 11 kelurahan yang ada, semuanya belum pernah saya jamah. Maklumlah saya lebih banyak hidup di Kecamatan Jebres. Untuk kelurahan yang ada di kecamatan Jebres sebagian besar saya sudah tahu. Hal tersebut tidak lain karena saya pernah melakukan penelitian di seluruh kelurahan di Kecamatan Jebres.
Alasan keamanan
Pendistribusian undangan dimulai pukul 11.30 WIB sampai pukul 14.30 WIB. Saya memilih waktu tersebut karena biasanya di suasana siang hari yang panas tidak banyak polisi yang berkeliaran mencari uang di jalan.
Dan ternyata benar, selama mengantarkan undangan, saya bersama ‘ninja ijo’ selamat sampai tujuan. Sesampainya di kos langsung saja tidur. Anehnya, setelah Ashar, ada beberapa teman yang memberitahukan bahwa di depan Rumah Sakit Dr. Moewardi ada razia polisi (mokmen). Untungnya tidak ketangkep.
Padahal setelah Ashar saya harus pergi ke PMII Cabang untuk menghadiri rapat pengurus yang sempat tertunda. Senbenarnya dilaksanakan kemarin sore. Tapi karena hujan maka terpaksa harus ditunda.
Ini bukan kali pertama ‘ninja ijo’ menemaniku untuk berkeliling Kota Solo. Sebelumnya sudah banyak jasa yang diberikannya kepadaku. Sudah hampir empat tahun motor tua itu menemaniku dalam suka maupun duka.
Ditulis di Sekre PMII, Senin (4/4) pukul 21.30 WIB

Membudayaka membaca
Membaca buku adalah jendelanya ilmu. Sadar akan hal tersebut, mulai Senin (4/4) subuh saya membaca buku. Saya ingin membudayakan membaca buku.
Menurutku, orang yang membaca buku akan memiliki pengalaman yang lebih luas daripada orang yang tidak pernah membaca. Begitu juga dengan mahasiswa, apalagi itu adalah mahasiswa sejarah seperti diriku ini.
Saya pernah melihat langsung orang yang tidak kuliah, tapi dia rajin membaca buku, dia malah lebih pandai daripada mahasiswa yang sering bergelut dengan buku, hal tersebut terbukti dari banyaknya mahasiswa yang berkonsultasi kepadanya.
Di rumahnya sebagian besar dipenuhi oleh rak yang berisi tumpukan buku. Tentunya buku-buku tersebut itu dibacanya, tidak sekadar dikoleksi semata. Itulah yang harus saya tiru. Buku tidak hanya untuk dikoleksi tapi yang lebih penting adalah dibaca.
Mulai saat ini saya menginginkan untuk membaca buku sampai selesai, tidak setengah-setengah saja. Minimal satu pekan adalah satu buku. Itu menurutku sudah baik
Ppermasalahannya, sekarang ini saya sedang cinta menulis. Bagaimana untuk membagi antara waktu unutk membaca dan menulis. Pernah tidak sengaja saya membolak-balik buku dan menemukan di salah satu halaman. Di dalamnya tertulis porsi antara membaca dan menulis adalah 60 banding 40. Unutk yang pertama adalah membaca, sedangkan yang terakhir adalah unutk menulis.
Saya tahu karena tanpa adanya bahan bacaan, tidak ada sesuatu yang bisa unutk ditulis. Karena inspirasi didapatkan salah satunya dengan membaca. Entah itu buku, jurnal atau catatan lainnya. Ibaratnya, menulis itu adalah sebuah kendi. Apa yang diisikan ke dalam kendi, maka itulah yang dikeluarkan. Seandainya diisi air putih maka yang keluar adalah air putih. Begitu juga seterusnya. Yang menjadi isi kendi itulah membaca.
Ada satu kendala yang membuatku tidak bisa membaca dengan maksimal. Kendala tersebut adalah kesibukan yang saya lakukan. Saya juga heran dengan diriku yang sangat suka berkativitas.
Dengan demikian ada tiga hal yang menjadi gaya hidupku. Saya mengatakan gaya hidup dan bukan hobi karena kalau hobi itu hanya sekadarnya saja. Lain jika itu sudah menjadi gaya hidup. Ketiganya adalah beraktivitas, membaca dan menulis. Yang menjadi tugasku adalah menyinergikan ketiganya agar bisa menjadi kekuatan yang hebat di dalam diriku ini.
Minimal dalam satu hari saya harus membaca satu jam. Apapun itu yang dibaca. Boleh buku atau tulisan lainnya. Begitu juga dengan kegiatan menulis. Minimal satu halaman harus saya tulis di netbook. Boleh juga menulis di buku yang mulai jarang saya gunakan.
Ditulis di Sekre PMII, Senin (4/4) pukul 22.05 WIB
Antara hobi dan gaya hidup
Terkadang seseorang menyamakan antara gaya hidup dan hobi. Padahal antara keduanya itu sangat berbeda.
Hobi itu dilakukan sekadarnya saja. Biasanya dilakukan kalau sempat saja. Jika seseorang itu sangat sibuk, hobi itu bisa ditinggalkan. Lain jika gaya hidup. Gaya hidup memang sudah menjadi ciri khas hidupnya. Oleh karena itu dinamakan gaya hidup.
Pertanyaan selanjutnya. Apakah gaya hidup itu termasuk kebutuhan hidup?

Agenda besok pagi
Selasa (5/4) besok ada beberapa agenda yang harus saya laksanakan. Salah satunya adalah ujian sejarah Indonesia lama. Selain itu adalah penentuan judul skripsiku diterima atau tidak.
Baru saja ngobrol dengan Farid, dan hasilnya, setelah shalat Subuh adalah olah raga badminton di halama gedung RW 23. Lokasinya tidak jauh dari kosku. Selesai berolahraga, selanjutnya adalaha sarapan pagi. Sudah menjadi fasilitas di kosku setiap pagi ada penjual nasi keliling. Nasi bungkus yang dijual relatif murah harganya, yaitu Rp 1000. Begitu juga dengan aneka gorengan yang rata-rata hanya Rp 500.
Saya punya rencana untuk merutinkan olah raga badminton setiap dua hari sekali. Masalahnya tidak semua temanku suka bermain permainan itu. Apalagi waktu yang saya tawarkan adalah pagi yang kebanyakan digunakan oleh mahasiswa untuk tidur. Padahal olah raga itu penting.
Apalagi bagi mahasiswa yang tidak begitu banyak kesibukan. Saya mengatakan demikian karena sebagian besar mahasiswa yang saya amati hanya kuliah, makan, dan tidur. Tidak begitu banyak aktivitas yang membutuhkan tenaga fisik. Penyakit dengan mudah akan menyerang kepada seseorang yang jarang berolehraga.
Kemudian di malam harinya saya harus mendampingi para pengurus PMII yang rapat di sekre PMII. Rapat besok malam membahas seputar agenda yang akan dilakukan selama bulan April ini. Tentunya ini adalah kesempatan bagi PMII untuk kembali menentukan format gerakan. Kesempatan ini tidak lain karena pada 17 April mendatang PMII akan merayakan Hari lahir (Harlah) ke-51 tahun. Entah akan ada acara apa di PMII Komisariat Kentingan.
Selain itu, pada bulan April ini juga ada agenda Hari Kartini pada tanggal 21 April emndatang. Rencanaku akan diadakan diskusi antar gerakan khusus di UNS. Semuanya itu bisa sdibix=carakan dalam rapat besok malam.
Bersamaan dengan itu, saya juga harus ikut mendampingi tim surveyor Dana Abadi RT di Kantor Kecamatan Laweyan. Oleh karena itu harus pandai-pandai mengatur waktu agar bisa dilakukan semua.
Harapanku semoga rencana besok berjalan lancar dan baik-baik saja. Amin….
Ditulis di Sekre PMII, Senin (4/4) pukul 23.10 WIB