Senin, 16 Mei 2011

Menjaga kesehatan di Hari Buruh

Untuk menjaga kesehatan tubuh, Minggu (1/5) pagi bersama salah seorang teman, kumanfaatkan waktu luangku untuk berolah raga. Badminton adalah yang menjdi pilihan.
Mendung menjadi suasana yang khas pada pagi ini. Maklum saja, semalam hujan lebat mengguyur Kota Solo dan sekitarnya. Jadi tidak salah jika udara di pagi menjadi seperti ini. Sebenarnya bagi mahasiswa yang disibukkan dengan berbagai kegiatan akademik, suasana pagi seperti ini paling enak adalah digunakan untuk tidur. Itung-itung juga untuk beristirahat. Hehe…
Sadar bahwa sudah terlalu banyak beraktivitas di luar, mengharuskan diriku untuk berolah raga. Tujuannya tidak lain agar bisa berkeringat di pagi hari. Memang belum ada jaminan bahwa berkeringat di pagi hari adalah ciri orang sehat. Namun daripada tidur lebih baik adalah berkeringat. Dan saya meyakini bahwa berkeringat di pagi hari adalah sesuatu yang sehat.
Inilah hadiah yang biberikan oleh Tuhanku di awal Mei ini. Hadiah yang sering diberikan tapi sering pula dilupakan oleh manusia, yaitu kesehatan dan kesempatan. Manusia lupa karena seringnya diberi meski tidak meminta. Dan itu adalah sebuah ujian yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh manusia. Ujian karena apakah dengan dengan banyak nikmat yang diberikan manusia semakin dekat atau malah sebaliknya.
Hari Buruh
Di awal Mei ini ada hari yang istimewa bagi para buruh. Setiap tanggal satu Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional. Tidak tahu mengapa harus tanggal satu Mei. Semestinya ini ada alasan kongrit dan kuat mengapa harus tanggal satu.
Pertanyaannya, apakah dari tahun ke tahun setelah diperingati, ada kabar baik dari para buruh, terutama adalah buruh di Indonesia. Masih seringnya terdengar kabar miring dengan para tenaga kerja wanita khususnya di luar negeri sana patut dijadikan perenungan dan prioritas utama oleh pemerintah untuk segera diselesaikan.
Idelanya, dengan diperingatinya hari Buruh setiap tahun bukan kok ingin melestarikan tidakan eksploitasi dari majikan (baca; kapitalis), melainkan untuk meningkatkan kesejahteraan para buruh. Dari penggunaan istilah saja, buruh itu masih terbilang kasar dan (mungkin) kurang manusiawi. Bukankah lebih baik digunakan istilah yanng lebih sopan. Misalnya adalah karyawan atau pegawai. Namun itu sudah disepakati oleh internasional sebagai hari yang selalu ada setiap tahun.
Memang tidak ada kaitannya antara apa yang saya lakukan, yaitu badminton dengan Hari Buruh ini. Kebetulan saja pada hari ini adalah Hari Minggu bertepatan dengan libur rutin. Ditambah dengan pas tidak puasa juga. Jadi tidak apalah jika kumanfaatkan hari Buruh ini untuk membebaskan diriku dari semua perintah nafsu yang menyelimutiku. Ini juga bisa dimaknai sebagai pembebasan diri dari penindasan diriku sendiri. Mungkin itu jawabannya jika dipaksa harus berkaitan antara aktivitasku dengan hari Buruh ini.
Selama ini banyak orang yang menjadi buruh dari dirinya sendiri. Bayangkan saja, setiap hari saya harus dipaksa untuk kuliah dan menjalankan rutinitas yang kadang-kadang kurang disukai. Pada dasarnya manusia itu adalah buruh terutama buruh bagi dirinya sendiri.
Tapi pemaknaan apakah menjadi buruh atau tidak terserah pada diri sendiri. Terkadang ada yang menganggap suatu hal itu sebagai penindasan karena tidak manusiawi, tapi terkadang orang yang dianggap buruh tadi itu merasa enjoy saja dengan apa yang dijalankannya.
Ditulis di Sekre PMII, Minggu (1/5) pukul 07.35 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar