Senin, 02 Juli 2012

Tentang Rejeki Manusia

Di dalam kehidupan ini banyak orang mencari dan mengumpulkan rejeki sebanyak-banyaknya. Banyaknya rejeki yang dimiliki dianggap sebagai faktor yang paling menentukan kebahagiaan seseorang. Anehnya lagi, rejeki hanya dimaknai sebatas uang atau kebutuhan yang bersifat material saja. Fenomena yang terjadi di masyarakat adalah terjadi pemenuhan kebutuhan yang tidak seimbang antara kebutuhan lahir dan bathin. Kebutuhan lahir menjadi prioritas daripada batin. Hal ini terlihat dari budaya konsumerisme masyarakat terhadap kebutuhan seperti pakaian, kosmetik, kendaraan dan sebagainya. Sehingga yang terjadi adalah kebahagiaan masyarakat hanya diukur dari kebutuhan lahiriyah saja. Padahal, hakekatnya kebahagiaan seseorang ditentukan dari terpenuhinya kebutuhan batin. Rejeki memiliki bentuk yang sangat luas. Kesehatan, kebahagiaan, dan cinta merupakan beberapa bentuk rejeki. Ketika rejeki hanya dimaknai sebatas uang, maka yang terjadi adalah banyak orang yang berlomba-lomba untuk mengumpulkan uang meski dapat menyengsarakan di kemudian hari. Tidak ada jaminan orang yang memiliki banyak uang akan bahagia. Hal ini misalnya yang dialami para selebritis maupun politisi kita. Kurang apa mereka. Harta, kecantikan, popularitas sudah mereka dapatkan tetapi mengapa justru kebahagiaan tidak kunjung datang. Ke mana-mana mereka dikejar oleh media ataupun malah kepolisian. Sebenarnya kunci kebahagiaan adalah pada rasa (baca; hati). Semua rejeki manusia sudah ada yang memenuhi dan sudah sesuai dengan porsi masing-masing. Rejeki sudah diberikan sesuai dengan ukuran tangan manusia ibaratnya. Misalnya seseorang diberi garam. Jika anak kecil otomatis garam yang diberikan jumlahnya tidak sebanyak tangan orang dewasa. Semuanya sudah diberikan sesuai dengan ukuran tangan. Permasalahan nikmat atau tidaknya garam itu disesuaikan dengan wadah (hati) yang digunakan untuk merendam garam yang dimiliki. Ketika wadahnya terlalu sempit, maka yang terjadi akan sangat asin. Sebaliknya, jika wadah terlalu besar, maka rasa akan hambar, bahkan tidak terasa. Begitu juga ketika manusia menerima rejeki. Syukur & Sabar Kesalahan dalam konsep kehidupan akan berdampak pada prilaku dan tindakan seseorang. Salah satu konsep kehidupan ini semua yang ada di dunia ini sudah ditanggung kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan surat At-Thlaq yang berbunyi “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rejeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Tugas manusia hanya menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan berusaha sebagai bentuk ikhtiar sebagai hamba. Semua yang ditimpa oleh manusia sudah disesuaikan dengan kadar kemampuan seseorang. Ada dua modal utama yang perlu ditanamkan dalam kehidupan ini, yakni sabar dan syukur. Masing-masing memiliki porsi yang berbeda. Seseorang bersifat sabar ketika diberikan musibah dan bersyukur ketika mendapatkan nikmat. Perlu juga manusia berkhusnudzan (positif thinking) atas keputusan yang diberikan-Nya. Manusia sebagai hambar tetap diperintahkan untuk berusaha semaksimal mungkin dalam mewujudkan apa yang ingin dicapai. Akan tetapi yang harus disadari sejak awal bahwa hasil dari apa yang diusahakan manusia ditentukan oleh-Nya. Tentunya Dia juga mempunyai alasan mengapa ambisi seseorang terealisasi atau tidak. Ditulis di Gendingan, Senin (2/7) pukul 22.30 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar