Jumat, 31 Agustus 2012

Kota Solo Masih Aman (kah)

Kota Solo kembali menjadi perhatian. Setelah salah seorang putra terbaik lolos dari putaran kedua Pilgub DKI Jakarta, di penghujung Agustus ini, terdengar kabar miring. Terdapat beberapa pihak yang meneror pihak kepolisian. Berbagai anggapan pun bermunculan terkait dengan fenomena yang terjadi di Kota Bengawan. Awalnya muncul anggapan bahwa teror yang terjadi di akhir Agustus terkait dengan pencalonan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dengan tidak amannya Kota Solo akan sedikit mempengaruhi jumlah suara walikota. Akan tetapi, anggapan itu sedikit terbantahkan dengan peristiwa yang terjadi di Jalan Veteran Tipes Solo, Jum’at (31/8) malam. Baku tembak antara aparat dan Densus 88 yang menewaskan Farhan dan Mukhsin sedikit menjawab persoalan yang ada. Berdasarkan informasi dari pihak Kepolisian, diketahui bahwa salah satu terduga teroris, Farhan adalah alumnus Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki yang juga pernah bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan. Dia juga termasuk salah satu yang mahir dalam menggunakan senjata laras pendek maupun laras panjang. Sedangkan identitas Mukhsin masih belum diketahui.. Insiden yang terjadi di Tipes, Solo malam itu menewaskan tiga orang. Dua orang dari pihak teroris dan satu orang petugas Densus 88. Sedangkan satu pihak terduga teroris berhasil diamankan. Mereka diduga adalah pelaku teror penembakan tanggal 17, 18 dan 30 Agustus di Kota Bengawan. Agama yang Santun Solo merupakan kota lama yang memiliki sejarah panjang. Dari segi geografis, kota Solo bukanlah kota besar sebagaimana kota pada umumnya. Akan tetapi dari segi pengaruh, kota ini memiliki gaung sampai level nasional bahkan internasional. Berbagai aksi kekerasan (radikalisme) bermotif politik dan ras pernah terjadi di kota ini para era 1920-an. Akan tetapi kekerasan bernuansa agama baru terjadi beberapa tahun terakhir, pasca Reformasi 1998. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kekerasan berjubah agama (Islam) disebabkan karena masih kurangnya pemahaman seseorang tentang agama itu sendiri. Islam dianggap sebagai agama yang menghalalkan segala cara untuk menegakkan kebenaran. Tentunya tidak semua kelompok memiliki pemahaman yang sama seperti itu. Di beberapa tempat, misalnya Pasar Kliwon masih dapat dijumpai komunitas yang mengajarkan berbagai ritual dan ajaran Islam rahmatan lil alamin. Bukankah agama itu mengajarkan kepada kebaikan dan santun serta tidak mengenal unsur paksaan. Hingga kini belum ada keterangan pasti dari pihak kepolisian terkait dengan motif para pelaku melakukan teror kepada aparat keamanan. Yang berkembang di tengah masyarakat hanyalah asumsi yang berdasar pada pengalaman, bukan fakta. Hal itu tetapi tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi sampai meresahkan warga lainnya. Ditulis di Sekarpace, Sabtu (1/9) pukul 12.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar