Sabtu, 05 Januari 2013

Do’a Bersama PCNU Solo

Mengawali tahun baru 2013, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama’ (PCNU) Kota Surakarta mengadakan acara do’a bersama. Acara ini rutin diadakan setiap bulan pada Selasa pekan pertama. Kebetulan awal tahun ini bertepatan dengan hari Selasa. Kegiatan kultural ini diberi nama “lailatul ijtima’” atau malam untuk berkumpul. Acara ini diisi dengan pembacaan istigosah dan tahlil. Dilanjutkan kemudian dengan pembahasan berbagai hal terkait dengan dinamika organisasi baik internal maupun eksternal. Tentunya sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) terbesar, pertemuan semacam ini sangat diperlukan untuk melakukan konsolidasi pengurus baik di tingkat kota maupun ranting. Harapannya dengan begitu roda organisasi dapat berjalan maksimal. Menariknya di NU, biasanya ketika undangan acara hanya rapat organisasi, jumlah pengurus yang hadir kurang maksimal. Berbeda ketika undangannya adalah do’a bersama seperti lailatul ijtima’. Jumlah pengurus atau jama’ah yang hadir lebih banyak. Biasanya selesai do’a baru dilakukan rapat atau pembahasa dinamika organisasi. Tradisi do’a bersama (baca: kultural) memang sulit dilepaskan dari keseharian warga NU. Awal tahun ada kabar gembira untuk NU Kota Solo. Pertemuan antara pengurus harian dengan pengurus PBNU, Slamet Efendy Yusuf beberapa pekan lalu menghasilkan rekomendasi bahwa diperlukan lembaga pendidikan NU di Kota Solo. PBNU bersedia merealisasikan hal tersebut asalkan dari PCNU Solo menyediakan lahan dan proposal pengajuan. Gedung dan infrastuktur lainnya akan dipenuhi PBNU. Disadari bahwa hadirnya lembaga pendidikan formal dan non formal dapat menjadikan NU besar. Hal ini dibuktikan oleh Jawa Timur yang menjadi basis NU terbesar karena di sana terdapat sekolah dan pondok pesantren. Tentu kondisi ini berbeda dengan Solo yang tidak memiliki akar kuat tradisi NU. Banyak tradisi Ahlussunah menjadi aneh bahkan dilarang (bid’ah) di Solo. Alasannya tidak ada dalil yang menjelaskan dan tidak pernah diajarkan Rosulullah Saw. Di Solo ada beberapa pondok pesantren salaf dan lembaga pendidikan atas nama NU. Akan tetapi kenyataan yang ada semua belum terintegrasi menjadi satu untuk membesarkan NU Kota Solo. Misalnya saja Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) yang menjadi kampus tertua di Solo. Di dalam jajaran petinggi kampus tidak ada satu pun yang terlibat di kepengurusan NU. Padahal itu sudah jelas mencantumkan nama NU. Begitu juga dengan pondok pesantren. Turut menjadi keperihatinan adalah ketika nanti sekolah yang direncanakan sudah terealisasi, diharapkan warga NU menyekolahkan anak-anaknya di sana. Tujuannya agar NU menjadi besar dan sekolah tetap ramai, tidak gedung yang kosong. Perbincangan panjang yang terjadi malam itu hanya sebatas obrolan biasa. Tentu untuk merealisasikan impian besar itu diperlukan pertemuan yang lebih intensif dan pembahasan mendetail agar semuanya dapat terealisasi dan menjadi harapan bersama. Ada banyak hal yang perlu dibahas dan diselesaikan antara lain, menyelesaikan administrasi wakaf tanah dan kemudian mengurus ke PBNU. Semoga ke depan rencana tersebut benar-benar dapat direalisasikan dan dapat menjadikan warga NU tumbuh subur di Solo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar