Sabtu, 05 Januari 2013

Sebuah Rencana Strategis

Perayaan tahun baru sudah selesai. Kemeriahan kembang api, suara terompet, dan motor yang bising sudah tidak lagi terdengar. Matahari pagi ini dengan ceria menyapa masyarakat Solo dan sekitarnya. Setelah perayaan malam pergantian tahun begitu meriah, kemudian apa yang akan dilakukan setelah itu. Meski tidak ikut merayakan sebagaimana kebanyakan orang, aku tetap merasa bersyukur karena dapat merayakan bersama sahabat-sahabat PMII Komisariat Kentingan di basecamp, komplek belakang kampus UNS. Tidak ada pesta kembang api dan jauh dari keramaian menjadikan suasana terbaik untuk membuka tahun baru 2013. Tahun baru bukanlah sekadar momentum menyalakan kembang api atau meniup terompet, tetapi lebih dari itu adalah melakukan perbaikan diri secara total. Evaluasi dan refleksi diri adalah hal yang –jika tidak berlebihan- wajib dilakukan oleh setiap orang. Dari instropeksi diri inilah kemudian melahirkan beberapa catatan yang akan menjadi panduan praksis di tahun baru. Tujuan atau target yang akan dicapai dapat ditulis, diingat atau dipublikasikan kepada orang lain. Dengan begitu seseorang tidak akan lupa dengan tujuan apa yang akan dicapai selama satu tahun. Ketika memang dianggap terlalu lama, dapat dipersempit menjadi selama satu bulan. Januari ini kembali belajar bahasa Inggris menjadi fokus utama harian. Rencananya besok aku mengikuti tes Toefl di Fakultas Teknik UNS. Kegiatan ini merupakan bagian dari kursus selama satu bulan di kampus. Lembaga yang mengadakan adalah Elfas, salah satu bimbingan belajar Bahasa Inggris di Pare, Kediri. Progam ini diadakan dalam rangka menyambut musim liburan mahasiswa. Satu bulan penuh atau kurang lebih 20 kali pertemuan peserta kursus akan diajak berlatih soal-soal Toefl yang menjadi salah satu persyaratan mendapatkan pekerjaan atau beasiswa ke luar negeri. Bagiku progam ini akan sangat membantu karena memang pada awalnya saya mempunyai keinginan untuk belajar ke Kediri. Akan tetapi dengan berbagai pertimbangan, rencana itu dibatalkan. Dan inilah adalah jawaban dari rencana yang tertunda itu. Sebelumnya aku juga belajar bahasa Inggris di Griya Bahasa Solo (GBS) yang lokasinya tidak jauh dari kosku. Kelebihannya di sana adalah menggunakan model boarding english mirip model di Pare. Meski sudah selesai masa kursusnya saya tetap dapat berkunjung dan belajar di sana karena ada banyak teman belajar di sana. Sebenarnya ketika mau memanfaatkan berbagai fasilitas yang ada, bahasa Inggris akan lebih mudah untuk dikuasai. Misalnya saja membaca buku english, menulis, dan berkomunikasi english. Asalkan ada komitmen untuk bisa, berbagai permasalahan da[at diselesaikan. Menulis juga mendapatkan porsi hampir sama dengan belajar english. Pasalnya, menulis adalah aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar. Menulis adalah perangkat untuk dapat belajar secara efektif. Entah menulis artikel, catatan english atau catatan harian, itu adalah bagian dari menulis. Terlebih lagi aku magang reporter di sebuah tabloid mingguan di Jawa Tengah. Artinya aktivitas menjadi wartawan juga tidak lepas dari menulis. Setiap bulan ditergetkan menulis dan mengirimkan baik di media baik cetak maupun elektronik. Selain itu berbagai informasi lomba menulis juga perlu dicoba untuk semakin meningkatkan kemampuan menulis. Pengalaman yang didapatkan selama belajar menulis, ternyata yang dibutuhkan menulis adalah fokus menulis. Ketika sudah memutuskan untuk menulis tema tertentu, fokuskan menulis dan menulis. Tanpa fokus semua yang dijalani seseorang tentu hanya akan selesai di tengah jalan. Atau dapat selesai tetapi dalam waktu yang sangat lama. Padahal menulis biasanya diberikan batas waktu (deadline). Ketika melewati batas yang ditentukan, tema tulisan akan menjadi tidak update. Selama Januari kebetulan kegiatan kampus libur. Jadi bisnis minuman Estevia juga libur sementara waktu. Bagi seorang pebisnis tentunya ini adalah sebuah bencana karena usaha yang dijalankan tidak beroperasi. Tetapi karena kondisnya tidak dapat dikompromikan, positif thingking aja. Berarti aku dapat belajar dengan lebih maksimal tanpa terganggu dengan urusan bisnis. Ketika bisnis istirahat masih banyak sumur lainnya yang dapat dijadikan sebagai lumbung mendapatkan tambahan “uang jajan.” Pattiro adalah tempat lain yang dapat menyumbang uang makan setiap hari. Dari lembaga ini, tentu bukan sekadar uang yang didapatkan tetapi juga kesempatan untuk belajar bersama masyarakat. Keluar dari Zona Aman Kurang lebih setahun yang lalu, ada momentum penting bagiku. Tepat pada 28 Desember 2011 ujian skripsi (pendadaran) dilaksanakan. Hasil ujian itu aku dinyatakan lulus dengan nilai skripsi 3,7. Menyusul kemudian perayaan kelulusan pada 7 Juni 2012. Setelah itu status baru disandang, yakni menjadi seorang sarjana sastra (SS). Menjadi sarjana tidaklah seindah yang dibayangkan. Akan tetapi secara pribadi diriku tidak merasakan kekhawatiran berlebihan. Hal yang sering menjadi keluhan sarjana adalah maslaah perekonomian. Meski tidak mengatakan tidak meminta lagi kepada orangtua, tetapi biasanya orangtua masih memberi tetapi dengan jatah yang berkurang. Kondisi ini dapat dimaklumi karena di samping faktor usia juga faktor status. Menjadi mandiri dalam bidang ekonomi bagi sarjana menimbulkan permasalahan tersendiri. Berbagai lowongan pekerjaan seringkali dicari dengan mencoba untuk memasukkan lamaran. Akan tetapi hal itu tidak aku lakukan. Setelah lulus, di samping usaha yang dimiliki, aku juga berkesempatan magang di LSM Pattiro. Sebelumnya aku tidak pernah menyangka akan menjadi pegiat di Pattiro. Bagiku, para pegiat LSM di Solo adalah teman. Ternyata teman atau jaringan yang dianggap tidak penting malah seringkali memberikan manfaat yang lebih di kemudian hari. Menurutku keadaan yang aku alami lebih baik dari teman-teman angkatan wisuda. Artinya setelah lulus sudah memiliki pendapatan dari usaha dan memiliki kantor. Meski berstatus magang, tetapi bagiku ini adalah langkah awal untuk mapan. Meski demikian, tetap saja ada kekhawatiran dengan kondisi yang ada. Sampai kapan akan selalu berada di zona tidak aman ini? Mungkin dilihat dari luar aku sudah mapan. Selain mempunyai usaha juga sudah berkantor. Akan tetapi jika dipikir lebih lanjut, sebenarnya kondisinya tidak mapan dan mudah goyang. Pertama, tidak mungkin aku akan terus-menerus berada di Solo. Artinya cepat atau lambat pulang ke Jepara harus dilakukan. Dengan demikian tidak mungkin hanya akan mengembangkan diri di Solo saja tanpa mempersiapkan di rumah. Ketika hanya memikirkan Solo, di suatu waktu ketika aku harus kembali tentu akan muncul sindrom mahasiswa kota. Artinya banyak mahasiswa yang merasa asing (teralenisasi) dengan lingkungannya sendiri. Kedua, yang tidak kalah penting adalah selama satu tahun (2012) apa yang sudah dilakukan dan itu memberikan perubahan besar dalam hidupku. Seakan semua yang dilakukan terpecah dan tidak fokus. Menjadi pengusaha, penulis, dan english belum tampak hasil yang maksimal. Keluar dari zona aman harus dilakukan tahun 2013 ini. Hal-hal yang dianggap sudah nyaman perlu dikaji ulang. Apakah itu benar-benar produktif atau sekadar aktivitas biasa untuk jangka pendek. Di LSM tidak jaminan hidup mapan. Semua kegiatan LSM berdasarkan proyek dan kontrak, bukan tetap. Hal ini berbeda dengan instansi swasta maupun pemerintahan. Banyak yang menyarankan untuk mencoba CPNS jika ada lowongan. Rencana yang ada dalam benakku adalah belajar bahasa Inggris untuk memahami bahasa Internasional tersebut dan sebagai sarana mendapatkan beasiswa luar negeri. Kemudian setelah kuliah, ada sebuah harapan untuk menjadi tenaga pengajar (dosen) di perguruan tinggi negeri (PTN). Menulis adalah sebagai sarana untuk mengembangkan dan eksistensi diri. Dan wirausahan sebagai sarana kemandirian ekonomi. Antara english, menulis, dan wirausaha memiliki kaitan yang erat. Ketika semuanya sudah berhasil, gilirannya adalah memberikan kontribusi nyata kepada sesama. Semoga berhasil. Amin…… Ditulis di Gendingan, Selasa (1/1) pukul 08.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar