Minggu, 27 Januari 2013

Meneladani Akhlak Rasulullah Saw

Sejak awal Januari lalu persiapan peringatan acara sekaten mulai terlihat. Di Alun-Alun Utara Kota Solo dipadati para pedagang dan aneka hiburan untuk memeriahkan acara tahunan tersebut. Sekaten merupakan tradisi Keraton Kasunanan yang diadakan untuk memperingatan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, nama sekaten diambil dari dua kalimat syahadat atau syahadatain. Dirasa sulit untuk mengucapkannya, berubahlah kalimat tersebut menjadi sekaten. Tahun ini puncak acara dilaksanakan tanggal 24 Januari mendatang. Puncak acara ditandai dengan dibunyikan Gamelan Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari di bangsa Masjid Agung Kota Solo. Selama berpuluh tahun sekaten menjadi acara rutin dan masih dapat dinikmati masyarakat sampai sekarang. Tidak hanya dari Keraton Kasunanan, kaum muslim Solo Raya pun juga mempunyai tradisi untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad Saw. Jama’ah Muji Rasul (Jamuro) adalah salah satu organisasi masyarakat yang memiliki agenda rutin pembacaan kitab al-Barjanji yang berisi sejarah kehidupan Rasulullah Saw. Pembacaan dilakukan pada malam hari pertama bulan Rabi’ul Awal atau mulud sampai malam ke-12. Tahun ini pembukaan dilaksanakan Sabtu (12/1) lalu di Pondok Pesantren Al-Mansur Popongan Klaten. Dan pada malam selanjutnya kegiatan Jamuro diselenggarakan di Kabupaten lainya di Solo Raya dan akan ditutup di Balaikota Solo. Jamuro yang identik sebagai kelompok Islam kultural dapat didefinisikan sebagai Islam yang mewujudkan dirinya secara substantif dalam lembaga-lembaga kebudayaan dan peradaban Islam. Dalam hal ini Islam kultural dapat terwujud dalam bidang dakwah, pendidikan, pesantren, seni, dan kebudayaan. Bahkan lebih sempit lagi, disebutkan bahwa Islam kultural identik dengan “Islam ritual” atau “Islam masjid” yang tidak ada hubungannya dengan politik dan kekuasaan (Azumardi, 2009). Melalui pembacaan sejarah perjalanan hidup (sirah) Rasulullah Saw para jama’ah diajak untuk kembali meneladani dan mengikuti jalan lurus yang diajarkan oleh rasul. Tentunya di dalam perjalanan hidup rasul terdapat banyak peristiwa dan kisah yang dapat dijadikan sebagai pelajaran dan pedoman hidup umat manusia. Dari sejarah kita dapat belajar bagaimana kehidupan Rasulullah Saw di tengah masyarakat yang plural, sebagaimana di negara kita, Indonesia. Dikisahkan, sebelum masuk Islam, penduduk Madinah menyerahkan anak-anak mereka kepada orang Yahudi Bani Nadhir untuk dirawat dan dididik. Akan tetapi setelah masuk Islam dan kaum Yahudi meninggalkan Madinah, mereka menginginkan agar anak-anak yang telah menjadi Yahudi agar masuk Islam, kalau perlu dengan paksa. Mengetahui hal tersebut Rasulullah tidak setuju dengan paksaan yang dilakukan. Anak-anak tersebut diberi kebebasan untuk memilih, apakah mereka tetap Yahudi dengan meninggalkan Madinah, atau masuk Islam dan tinggal di Madinah. Itulah yang dicontohkan oleh rasul agar berdakwah secara santun, bukan dengan paksaan apalagi kekerasan. Hal ini sesuai dengan prinsip awal Islam diturunkan adalah rahmat bagi semua alam (rahmatan lil alamin). Kebebasan beragama di Indonesia yang berhubungan dengan makna kebenaran sebuah agama bukan berarti membolehkan manusia begitu saja mengambil bagian termudah agama atau tidak beragama sama sekali (ateis). Akan tetapi, kebebasan beragama mengandung pengertian tidak ada pemaksaan untuk memeluk sebuah agama terhadap orang lain yang sudah beragama (Islam Madzhab Kritis, 2004). Kesederhanaan Peringatan kelahiran Rasulullah Saw dapat juga menjadi momentum perbaikan bangsa Indonesia ke depannya. Dengan mempelajari kehidupan Rasulullah yang disarikan dari bacaan kitab yang ditulis para ulama salaf atau melalui buku bacaan akan memberikan dampak positif dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu maupun pemimpin. Keseharian manusia sudah dicontohkan oleh Rasulullah mulai dari hal pemerintahan, bermasyarakat, berumah tangga, sampai pada hal-hal yang terkecil sekali pun, misalnya etika masuk ke kamar mandi, tidur, berbicara, dan lain sebagainya. Menurut penulis, korupsi yang masih menjadi hidangan setiap hari baik media cetak maupun elektronik dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan dengan kembali mencontoh dan meneladani kehidupan Rasulullah Saw. Bagaimana beliau mencontohkan menjadi seorang pemimpin yang kaya raya tetapi hidup dalam kesederhanaan. Kecepatan mengeluarkan harta yang beliau lakukan lebih cepat daripada pemasukan yang diterimanya. Sehingga tidak jarang sebagian orang menganggap bahwa Rasul adalah seorang yang miskin. Kesederhanaan inilah dapat menjadi salah satu contoh bagi para pejabat atau pun politisi di negara ini. Menurut Robert W. Hefner (2001), kebangkitan Islam kultural atau tradisional sebagaimana Jamuro atau jama’ah lainnya di Solo Raya adalah aset berharga yang telah dimiliki umat Islam Indonesia. Hadirnya Islam kultural yang membedakan kita dengan umat Islam di Timur Tengah atau yang mengklaim sebagai negara Islam. Dari Islam kultural lah yang berhasil menciptakan trade image bahwa Islam Indonesia berwajah inklusif, ramah, toleran, menghargai hak asasi manusia, serta menjunjung tinggi demokrasi. Tentunya akan menjadi lebih baik ketika pencitraan positif ini dapat dilanjutkan dengan aksi nyata yang betul-betul tertransformasi kepada masyarakat bawah dengan memihak kepentingan orang-orang yang terpinggirkan (mustadzafin).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar