Sabtu, 16 Februari 2013

Pemilu 2014 dan Harapan Rakyat

Pemilihan umum (Pemilu) 2014 tidak lama lagi digelar. Jauh-jauh hari partai politik (Parpol) peserta Pemilu sudah melakukan konsolidasi untuk memenangkan partai pada hajatan besar lima tahunan ini. Terdapat sepuluh Parpol yang lolos verifikasi KPU. kesepuluh kontestan itulah yang akan memperebutkan suara dalam Pemilu Caleg maupun Presiden pada 2014 mendatang. Tentu jumlah peserta partai ini tidak membingungkan rakyat sebagaimana pada Pemilu 1999 yang diikuti 48 Parpol. Terlepas dari kontroversi PKPI yang masih bermasalah, sepuluh partai yang lolos sudah mewakili seluruh rakyat Indonesia. Di sepanjang jalan protokol maupun gang mulai banyak terpasang bendera dan gambar ketua umum partai partai. Meski belum ada ajakan untuk memilih, tetapi dibalik pemasangan atribut partai itu sebenarnya menyimpan tujuan agar rakyat lebih mengenal dan kemudian memilih di bilik suara nanti. Ironisnya, di waktu yang tepat untuk merapatkan barisan, tidak sedikit kader partai yang tersandung masalah korupsi atau hukum yang justru menurunkan popularitas partai. Isu KLB maupun penggantian pimpinan partai dialamai salah satu partai. Belum lagi konflik internal di beberapa partai yang menyebabkan kader mengundurkan diri. Fenomena yang disajikan media sedikit banyak dapat menurunkan minat rakyat untuk memilih dalam Pemilu mendatang. Berbagai cara dilakukan pengurus partai untuk melakukan perbaikan citra seperti taubat nasional, penandatanganan pakta integritas dan berbagai cara alternatif lainnya. Akan tetapi sepertinya rakyat sering dianggap sebagai hitungan angka juga tidak mudah dibohongi. Rakyat sudah ‘pintar berpolitik’ dan juga mempunyai prinsip untuk memilih. Berjuta Harapan Hadirnya Parpol adalah konsekuensi logis sebuah negara penganut demokrasi. Parpol adalah kendaraan utama yang ‘harus’ ada untuk mencalonkan diri atau melakukan perubahan. Tanpa kendaraan, seseorang akan sulit mencalonkan diri, baik sebagai legislatif maupun presiden. Sebagai sebuah kendaraan, idealnya partai harus melakukan kaderisasi kepada para anggotanya. Akan tetapi yang terjadi di Indonesia, Parpol masih belum bisa ‘ngemong’ anggota atau kadernya. Sehingga yang terjadi adalah pemilih transaksional, bukan pemilih ideologi yang benar-benar beradasarkan kesadaran. Menjelaskan Pemilu 2014, utamanya adalah memilih presiden adalah fenomena menarik dalam sejarah demokratisasi di Indonesia. Pasalnya pasca Orde Baru (Orba) tumbang tahun 1998 negara ini memasuki masa transisi. Disambung kemudian dengan konsolidasi demokrasi dan pemilihan langsung. Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah produk pemilihan langsung generasi pertama. Presiden SBY yang menjabat dua periode (2004-2014) tidak lagi diperkenankan untuk maju sebagai calon. Meski tidak maju, sepertinya beliau juga tidak rela jika partai yang menjadi pemenang tahun 2004 itu kacau balau karena salah urus. Meski banyak yang mengkritik, Pembina partai itu mengaku tetap proposional dalam pembagian tugas antara partai dan jutaan rakyat. Tetapi permasalahannya, apakah bisa ngurus Indonesia yang besar dan banyak permasalahan ini hanya diurus sambil lalu, nyambi. Dua periode adalah masa yang menjenuhkan dengan pemimpin sama tanpa ada kebijakan atau perubahan signifikan yang dirasakan rakyat. Semuanya terkesan datar-datar saja. Pemilu 2014 mendatang terdapat berjuta harapan rakyat tergantung di sana. Pesta demokrasi itu juga menjadi momentum penting bagi seluruh rakyat Indoneisa untuk memilih Presiden yang tepat dan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dengan cara berbeda dari sebelumnya. Ditulis di Gendingan, Sabtu (16/2) pukul 08.48 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar