Jumat, 01 April 2011

Minum Susu Karena Sering Patah tulang

Saya lupa tepatnya kapan saya mulai sering minum susu, terutama adalah susu putih. Waktunya saya lupa kapan. Yang jelas saya mulai suka minum susu putih sejak saya mengalami patah tulang terus-menerus.
Bayangkan saja, tangan kananku sedikitnya sudah tiga kali mengalami patah tulang. Dua di bagian siku dan satu kali di bagian pergelangan tangan. Ketiganya terjadi waktu saya masih duduk di bangku madrasah ibtida’iyah, sederajat dengan sekolah dasar (SD).
Patah tulang perdana seingatku saya masih kelas II. Sore itu, bangun tidur saya berencana untuk keluar rumah ikut bermain bersama teman-temanku. Di depan rumah ada sebuah nampan atau tapsi. Tak sengaja sayang neginjaknya dan terpeleset. Akhirnya saya pun jatuh. Saya tidak mengira bahwa tangan kananku cidera. Langsung saja saya masuk ke rumah dan ke kamar. Saya hanya bisa menangis menahan rasa sakit di bagian siku kananku.
Setelah orangtuaku tahu, langsung saja saya dibawa ke tukang pijat tulang di desaku. Sempat juga tanganku dibungkus kain putih dengan kayu sebagai penahan. Butuh waktu dua pekan untuk menjadikan tangan kananku pulih kembali.
Patah tulang kedua terjadi saat saya kelas V. subuh itu, belum banyak orang di rumahku. Habib, salah seorang sepupuku baru saja membeli sepeda yang ada shockbeker-nya. Maklumlah, saat itu sepeda macam itu masih sangat langka dan mahal. Saya yang masih suka bersepeda pun mencobanya.
Selesai bersepeda berkeliling di sekitar rumah, di tempat yang sama, saya jatuh untuk kedua kalinya. Kali ini saya jatuh bukan karena peralatan masak, tetapi karena sebuah sepeda baru. Saya yang merasa kesakitan sempat mengucapkan, “Lho tanganku kok begini,” kataku melihat tangan kananku yang aneh.
Langsung saja bapakku membawaku ke rumah tukang pijat tulang untuk kesekian kalinya. Padahal saat itu kedua orangtuaku akan melaksanakan ibadah haji. Terpaksa saya ikut mengantarkan keduanya ke Pendopo Kabupaten Jepara dengan keadaan tangan terbungkus.
Selama orangruaku di Makkah, perawatan serta kebutuhanku dicukupi oleh Bule’ Ida. Setiap dua pekan sekali saya kontrol keadaan tanganku. Sejak awal memang belum pernah tangan kananku diperiksakan ke dokter. Maklumlah, orang desa, selalu menganggap yang tradisionali lebih manjur.
Ketika kedua orangtuaku pulang dari menunaikan ibadah haji, sempat mereka menangis karena melihat keadaanku. Sekilas memang terlihat normal. Tapi dibalik itu, tanganku sebelah kanan tidak bisa ditekuk mencapai sudut 30 derajat.
Tidak lama dari kedatangannya itu, saya sering dipijatkan bapakku ke Desa Jambu, Mlonggo setiap dua hari sekali. Pijat tradisional di rumah Suntono itu memang terkenal bisa memulihkan tulang yang sudah kadaluarsa atau kasep. Sejak seringnya patah tulang yang kualami, saya mulai mengonsumsi susu putih. Dulu yang paling favorit adalah susu Andec. Saya tahu bahwa tulangku rapuh, jadi saya banyak minum susu.
Sempat juga saya dibawa ke Rumah Sakit Sultan Hadirin (Ngasirah), Jepara untuk memeriksakan keadaan tanganku yang tidak normal itu. Namun dokter tidak bisa berbuat banyak. Sang dokter merujuk agar diperiksakan ke Solo. “Kalau ingin sembuh tangan harus dipatahkan kembali,” begitulah kata sang dokter.
Mendengar jawaban itu, saya sangat bersedih. Dulu saya menganggap ini adalah sebagai cacat. Namun kini tidak. Saya bisa menikmati keterbatasan ini. Mungkin seandainya tidak patah tulang, saya tidak bisa menjadi seperti ini.
Belum selesai sampai di situ saja. Saat kelas VI, tepatnya saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, saya mengalami patah tulang lagi. Untuk ketiga kalinya, tangan kananku patah. Kali ini di pergelangan tangan, buka di bagian siku.
Awal ceritanya adalah saat saya bersama teman-temanku sedang bermain atau gojek. Saat berlari saya jatuh dan tangan kananku tertimpa tubuhku. Saya juga sempat kaget melihat tanganku yang aneh bentuknya. Segera saja saya langsung mengadu kepada orangtuaku. Tanpa basa-basi saya langsung dibawa rumah ke Suntono. Namun sayang, malam itu adalah malas Selasa Kliwon. Pada malam itu ada kepercayaan bahwa tidak boleh melakukan pemijatan.
Terpaksa saya dibawa pulang lagi. Hanya dengan modal obat-obatan tradisional (parem), saya harus menahan rasa sakit sampai menunggu esok hari. Keesokan harinya, barulah saya dibawa ke tukang pijat tulang. Setiap hari tanganku selalu dipijat dan dikontrol. Kadang ganti perban atau ganti kayu.
Saya semakin meningkatkan minum susu sejak patah tulang untuk yang ketiga kalinya. Saya dianjurkan oleh orang memijatku untuk banyak minum susu, terutama adalah susu khusus untuk tulang biar kuat. Selain itu juga, disuruh untuk minum obat-obatan untuk memperkuat tulang. Dan itu masih sering saya lakukan hingga sekarang ini. Semoga tulangku menjadi kuta dan tidak rapuh lagi.
Diedit di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu (9/3) pukul (10.54 WITA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar