Jumat, 01 April 2011

Rapat LPM Kalpadruma

Hujan mengguyur Kota Solo. Di salah satu ruang Gedung UKM FSSR UNS terdapat beberapa mahasiswa berkumpul membahas sesuatu. Mereka adalah pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Kalpadruma.
Mereka sedang melakukan Rapat Pleno I. Rapat itu merupakan rapat untuk mengevaluasi kinerja pengurus selama satu semester. Dari 28 pengurus, yang hadir di Sekre LPM Kalpadruma hanya 15 pengurus.
Rapat Pleno I Senin (28/2) siang itu dimulai pukul 14.00 WIB. Itu sedikit meleset dari keputusan sebelumnya yaitu pukul 13.30 WIB. Molor adalah sesuatu yang sudah dimaklumi di organisasi mana pun. Entah mengapa orang yang terjun di dunia organisasi sering menyepelekan waktu. Padahal waktu adalah sesuatu yang sudah tidak dapat diminta kembali. Kalau sudah lewat ya sudah. Untungnya ada hujan sehingga bisa dijadikan dalih mengapa rapat terlambat.
Mekanisme Pleno ini masing-masing pengurus melaporkan kegiatan atau agenda yang sudah dilakukan selama enam bulan ini kepada pemimpin umum (PU). Saya sendiri belum membuat laporan pertanggungjawaban di atas kertas. Rencanannya saya akan melaporkan melalui lisan saja. Tak apalah, daripada tidak sama sekali. Bisa datang saja itu alhamdulillah.
Laporan pertama dilaporkan oleh Sekretaris Umum (sekum). Dari laporan yang cukup panjang, ada hal yang penting yaitu ada beberapa pengurus yang mengundurkan diri. “Ada tiga pengurus yang tewas,” kata Khusnul, Sekum Kalpadruma kepada forum.
Selanjutnya adalah laporan dari Pimpinan Redaksi (Pimred). Indri, melaporkan bahwa sebagian besar kinerjanya sudah terlaksana. “Syukurlah kalau begitu,” kataku dalam hati. Pasalnya Karena salah satu eksistensi dari sebuah LPM ditentukan dari bulletin atau majalah yang dihasilkan. Apa artinya bagi sebuah LPM jika banyak anggota atau pengurus tapi produknya tidak ada.
Terkait dengan produk, Pers Mahasiswa (Persma) memiliki peran yang sangat vital di sebuah universitas atau perguruan tinggi. Selain hanya mengabarkan berita di dalam kampus, Persma memiliki tanggung jawab untuk melakukan perubahan di dalam kampus. Perubahan itu dilakukan melalui tulisan. Bukan aksi turun ke jalan.
Melakukan perubahan atau transformasi inilah yang sulit ditemui oleh Persma sekarang ini. Produk Persma sekarang ini lebih banyak kecenderungan untuk menyelesaikan progam kerja (Proker) daripada melakukan perubahan. Misalnya dari kuantitas bulletin atau majalah yang dihasilkan, bukan pada apa yang terjadi setelah produk LPM itu keluar.
Setelah produk LPM dibaca, ada perubahan apakah di kalangan mahasiswa. Apakah mahasiswa semakin sadar dengan kondisi yang sedang terjadi atau biasa saja. Ini adalah pekerjaan rumah (PR) bagi LPM Kalpadruma yang notabenenya adalah LPM yang sudah cukup senior di Universitas Sebelas Maret (UNS).
Di era yang sulit didefinisikan ini, LPM termasuk Kalpadruma ditantang untuk melakukan transformasi atau perubahan, terutama perubahan di dalam kampus. Tentunya ini adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Entah itu perubahan yang bersifat stuktural maupun perubahan kultural.
Oleh karena itu wajar jika dulu hingga sekarang LPM dianggap sebagai media alternatif. Maksudnya adalah sebagai alternatif dari media mainstream atau media massa nasional. Bukan kok sebagai alternatif daripada nganggur di kampus. LPM adalah salah satu agen untuk melakukan perubahan. Perubahan di tidak hanya dalam cover atau tampilan produk tetapi lebih pada isi. Tampilan memang penting, tapi tidak semua yang penting itu adalah tampilan.
Pembahasan dalam rapat pun melebar. Tidak hanya pelaporan Pimred, tetapi melebar ke pembahasan majalah Kalpadruma edisi mendatang. Padahal kalau membahas masalah ini akan banyak memakan waktu. Perlu waktu tersendiri untuk membahas masalah ini.
Dilema juga kalau ‘ngomong’ majalah yang akan datang ini. Bayangkan saja ada beberapa pengurus yang menyatakan malas untuk mengerjakan majalah ini. Padahal majalah ini adalah produk utama dari sebuah LPM. Persma bukanlah hanya sekadar komunitas tanpa sebuah makna dan tanggung jawab. Persma memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan perubahan di sebuah fakultas atau kampus. Jadi penyadaran ini yang harus ditanamkan sejak dini di benak para pengurus dan anggota LPM Kalpadruma.
Untuk menjawab masalah ini harus ada perubahan kurikulum dalam kaderisasi. Karena tugas kaderisasi ini tidak hanya mencari anggota baru, tetapi juga menjaga anggota agar ‘betah’. Menjaga anggota ini bukanlah hal yang mudah. Bagaimana watak pengurus LPM ke depan ini adalah tugas dari Bidang Kaderisasi. Apakah ke depan LPM Kalpadruma menjadi lebih baik atau malah sebaliknya, itu menjadi tanggung jawab Bidang Kaderisasi.
Untuk mewujudkan hal itu diperlukan kegiatan-kegitan yang menunjang di dalam sebuah LPM. Misalnya diskusi dengan berbagai tema yang terkait dengan pers atau tema lain sesuai dengan minat anggota. Tidak mungkin akan berjalan dengan baik jika sebuah diskusi dilakukan tidak atas persetujuan dari anggota. Diharapkan ke depan akan melahirkan kader-kader LPM yang handal dan loyal terhadap organisasi.
ditulis di sekre LPM Kalpadruma pukul 17.30 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar