Jumat, 01 April 2011

Perjalanan Pertamaku ke Paris*

Beberapa kilometer sebelum memasuki obyek wisata pantai Parangtritis, udara pantai sudah sangat terasa. Minggu (13/2) siang puluhan kendaraan bergerak menuju pantai yang masih diselimuti sebuah misteri itu. Paris adalah sebutan populer untuk Parangtritis.
Secara administratif, Parangtritis masuk Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Memasuki pantai, mata ini ditunjukkan salah satu keindahan alam yang begitu luar biasa. Hamparan pantai luas serta gelombang ombak besar siap memanjakan siapa saja yang mengunjungi pantai ini.
Ini adalah yang pertama bagiku mengunjungi pantainya Nyai Roro Kidul. Meski udaranya sangat panas, tapi demi yang pertama tidak apalah. Dari bawah pohon yang tak kuketahui namanya ini saya melihat para pengunjung yang bermain di pantai meski udara sangat panas. Seakan keindahan pantai bisa menebus udara panasnya siang ini.
Ada beberapa fasilitas yang bisa dinikmati oleh pengunjung, di antaranya adalah kereta kuda, motor dakkar, ojek kuda dan sewa payung. Di pantai ini tidak disediakan persewaan perahu atau sekoci untuk menikmati pantai. Jangankan untuk disewakan, perahu nelayan pun tidak terlihat. Hal ini terjadi karena gelombang ombak yang cukup besar dan yang tidak kalah besarnya adalah legenda penguasa pantai selatan.
Di sebelah timur pantai terdapat sebuah bukit besar. Pengunjung tidak bisa ke sana lantaran memang belum ada jalan menuju ke sana. Tidak jauh dari bukit itu terdapat sebuah hotel VIP di kawasan Parangtritis. Sengaja saya tidak memakirkan motorku karena saya tidak jalan-jalan di pantai. Yang saya inginkan hanya mengamati dan menikmati keindahan alam pantai selatan ini dari atas motor. Itu sudah cukup bagiku. Tapi akhirnya saya tergiur juga untuk melihat pantai lebih dekat. Sempat juga saya mendekati pantai dengan motor mengikuti kereta kuda yang membawa penumpang menyusuri pantai.
Saya tidak bersama “Ninja Ijo” karena terlalu berisiko membawanya. Saya meminjam motor milik salah seorang temanku lengkap dengan STNK dan SIM-nya sekalian. Meskipun hanya sendiri, karena seluruh teman-temanku pulang, namun saya cukup terhibur dengan hadirnya radio via handphone (Hp).
Di bagian barat tidak kutemui para pengunjung. Yang ada hanya hamparan pantai dan komplek permukiman warga. Sepanjang jalan menggunakan paving, bukan aspal. Penggunaan paving ini memang lebih memungkinkan untuk daerah pasir seperti Parangtritis ini.
Tak ada pepohonan rindang yang bisa dijadikan tempat berteduh. Sebagian rumah warga masih menggunakan menggunakan kayu, dan sebagian lain sudah ditembok. Dan hewan peliharaan sebagian besar adalah sapi.
Legenda Ratu Kidul
Dari awal saya perhatikan pakaian pengunjung, terutama adalah warnanya sangat beragam. Ada merah, hijau, kuning, hitam dan lain sebagainya. Bukankah menurut legenda, kalau memakai pakaian hijau akan tertimpa kesialan. Tapi ternyata dari petugas pantai pun ada yang mengenakan pakaian hijau.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, pantai ini dikuasai oleh Nyai Roro Kidul. Terlepas dari benar atau tidaknya legenda itu, menurutku dengan hadirnya cerita itu salah satu dampaknya adalah menjadikan pantai bersih. Karena ada penghuninya, maka pengunjung diharuskan menjaga kebersihan pantai.
Menurut salah seorang warga, fenomena orang hilang di pantai jika dilogika itu bisa. Di dekat pantai terdapat sebuah relung curam yang berbentuk huruf “V”. Siapa saja yang terseret ombak dan masuk ke dalam relung itu kemungkinan sangat kecil untuk selamat. “Dan biasanya hilang terbawa arus,” tuturnya.
Di mataku, Parangtritis ternyata dibalik keindahan pantainya masih menyimpan sebuah misteri besar yaitu sosok Nyai Roro Kidul, penguasa pantai selatan.
*Diambil dari catatan harian edisi Minggu, 13 Februari 2011 pukul 10.16 WIB. Ditulis ulang dengan berbagai perubahan seperlunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar