Minggu, 15 September 2013

Mari Kembali Pada Buku

Sejak kapan mulai mengoleksi buku, saya lupa tepatnya kapan. Yang jelas sebelum kuliah hampir tidak pernah saya memiliki buku bacaan, apalagi membacanya. Ketika kuliah di jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra UNS tahun 2007 perlahan-lahan saya mulai mencintai buku bacaan. Sewaktu kuliah, membeli buku menjadi bagian dari aktivitas rutin. Setiap bulan diagendakan untuk membeli buku. Tidak lupa buku-buku yang dimiliki disampul dengan plastik mika. Bagiku, menyampul buku adalah salah satu bentuk penghormatan pada buku. Selain itu masih banyak, misalnya membaca sampai selesai, meresensinya, mendiskusikannya, dan masih banyak lainnya. Pertimbanganku, ketika belum bisa menghormati buku sepenuhnya, bukan berate lantas tidak mau membeli buku. Selain membeli buku setiap bulan, ada juga momentum yang tepat untuk belaja buku dalam jumlah banyak. Momentum itu tidak lain adalah “Pameran Buku.” Setiap ada pameran buku murah di Solo, hampir saya tidak pernah absen mengunjunginya. Dan membeli buku tentunya. Sebagai peminat buku yang masih awam, kualitas buku atau siapa penulisnya belum menjadi pertimbangan utama. Yang terpenting adalah buku tebal dan banyak serta harganya terjangkau. Bahkan sampai sekarang terkdang pertimbangan itu masih dipakai ketika membeli buku. Sudah cukup lama mempunyai koleksi buku, tetapi hanya beberapa buku saja yang mampu saya sampai tuntas. Sisanya hanya tertata di rak buku sampai banyak ditumpuki debu. Di tengah kesibukan yang cukup padat menjadikan aktivitas (baca: tradisi) membaca buku berkurang, bahkan hilang. Padahal membaca adalah jendelanya ilmu. Artinya, semakin banyak buku yang dibaca, apapun itu, akan menambah wawasan seseorang. Kondisi itu berlangsung cukup lama. Pelan tapi pasti, bulan demi bulan tak satu pun buku yang rampung dibaca. Padahal dulu sempat ada komitmen untuk (selalu) membaca buku utamanya koleksi pribadi. Di waktu luang hanya mampu membaca buku beberapa halaman saja dan itu sering berganti-ganti. Ibaratnya saya hanya menjadi penjaga perpustakaan. Mari Baca Lagi..! Ada sebuah motivasi dalam diriku untuk kembali menyambangi buku-buku yang tertata rapi di rak, minimal membersihkannya dari debu. Tumbuhnya semangat untuk membaca buku-buku yang belum terbaca ini ketika salah seorang teman memberikan tiga buah buku sebagai kado ulang tahun. Dari tiga buku itu, saya menemukan jawaban pentingnya membaca dan mengapa harus membaca. Tidak butuh waktu lama, tiga buku saya lahap dalam waktu singkat, tidak sampai sepekan. Entah mengapa setelah membaca tiga buku di atas, tumbuh kembali di dalam hati untuk meniru jejak sang penulis. Mungkin karena ada sedikit kesamaan dengannya yaitu sebagai jurnalis dan pernah bergiat di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Memang masih banyak kurang darinya, dua di antaranya adalah tradisi membaca buku (sastra) dan kemampuan menulisnya. Akan tetapi jika mau bukan berarti saya tidak bisa seperti dia. Saya pun punya kesempatan untuk meniru dan mengejar ketertinggalan ini. Membaca buku, utamanya adalah sastra mempu memberikan ruh dalam kehidupan ini. Sastra tidak memberikan hasil berupa materi, tetapi rasa yang menjadi spirit untuk menjadikan hidup lebih berwarna. Membaca buku adalah rekreasi di dunia kata-kata yang penuh makna. Buku berisi teks yang dapat membawa pembacanya menemukan kenikmatan. Sebagai pembaca bebas menikmati teks sesuka hati. Buku membentangkan sebuah kisah panjang, menjadi teman dialog, menumbuhkan semangat, mengundang kepiluan, menertawakan hidup, mempertanyakan makna masa depan, dan entah apa lagi. Mari membiasakan diri membaca buku dan juga menulis catatan. Solo, 6 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar