Minggu, 15 September 2013

Ternyata Masih Bodoh

Obrolan atau mahasiswa sering menyebutnya diskusi merupakan forum untuk saling adu pendapat, adu pemikiran. Perang pemikiran untuk saling menjatuhkan atau saling melengkapi dapat dinikmati dalam diskusi. Diksusi merupakan forum untuk saling berdialektika dalam pemikiran. Pagi itu, dua orang teman datang ke kosku. Ada keperluan yang hendak diselesaikan, yakni bisnis. Salah seorang temanku ingin memulai bisnis minuman di kampus. Menurutnya bisnis ini mempunyai prospek menjanjikan karena belum ada di lingkungan kampus. Tapi namanya bisnis harus dicoba, bukan dibayangkan saja. Tentu tidak hanya ingin membicarakan urusan ‘duit’ saja, selesai urusan bisnis, saya pun mengajak ngobrol dengan tema-tema lain. Kebetulan temanku ini adalah alumni dari Kampung Inggris di Pare, Kediri. Ia banyak menceritakan pengalamannya belajar bahasa Inggris sana beberapa bulan lalu. Berkat skill-nya itu ia juga pernah mendapatkan kesempatan (baca: proyek) besar selama beberapa bulan. Bahkan hasilnya itu dapat digunakan untuk membiayai pendidikan pasca sarjana di UNS Solo. Tentu buka semata-mata uang yang menjadikan semangat untuk belajar bahasa asing. Uang hanya menjadi akibat dari sebab seseorang yang menguasai di bidang tertentu. Memang tidak jarang, uang juga menjadi motivasi seseorang untuk menguasai bidang ilmu tertentu, termasuk bahasa Inggris. Bahasa pun mempunyai dunianya sendiri, begitu pula dengan ilmu-ilmu lainnya. Semakin lama obrolan ada banyak ragam cerita dari teman-teman yang pandai berbahasa Inggris. Ada yang menjadi dosen di salah satu kampus negeri, membuka kursus, belajar ke luar negeri, dan masih banyak cerita menarik lainnya. “Semakin lama ngobrol, semakin menjadikan kita bodoh. Ternyata masih begitu banyak hal yang belum diketahui, apalagi dikuasai.” Tentunya kebodohan yang sudah disadari ini tidak dibiarkan menguap dan kemudian berpangku tangan. Justru dengan kesadaran bahwa kita masih bodoh dapat menjadi motivasi besar untuk senantiasa belajar dan belajar. Bukankah dalam agama (Islam) juga menekankan arti pentingnya belajar. Saya, kita, dan mungkin Anda mari senantiasa belajar… Dilema Indonesia Ada sebuah cerita bahwa ada seorang pelajar Indonesia yang mendapatkan beasiswa ke Jepang. Tahun pertama mahasiswa ini masih diperbolehkan untuk menggunakan bahasa Inggris. Akan tetapi pada tahun selanjutnya diwajibkan menggunakan bahasa Jepang. Negeri ini masih mempercayai bahwa bahasa nasional mereka layak untuk dipertahankan. Lantas, bagaimanakah dengan Indonesia? Begitu banyak generasi muda negeri ini berbondong-bondong belajar bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya dengan beragam motivasi. Tentu tidak ada yang salah dari semangat mereka untuk belajar. Akan tetapi sedikit disayangkan jika bahasa nasional mereka, bahkan bahasa daerah (baca: bahasa Ibu) kemudian dilupakan begitu saja. Bisa dihitung berapa generasi muda yang mampu berbicara dengan bahasa daerah dengan baik dan benar. “Bolehlah berfikiran atau melangkah global, akan tetapi kan tidak harus dibarengi dengan menghilangkan nilai-nilai lokal, kearifan yang ada di negeri sendiri.” Jepang berani membuat kebijakan demikian karena negeri Matahari Terbit ini mempunya daya tawar tinggi. Banyak sektor negeri ini mempunyai prestasi. Sebenarnya Indonesia pun bisa menjadikan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah tetap dipertahankan keberadaannya di tengah gempuran globalisasi seperti saat ini. Akan tetapi ini membutuhkan proses yang panjang. Mungkin dengan melihat sesuatu yang gemerlap di luar sana akan menjadikan kita buta dengan beragam potensi yang ada di negeri ini. Akibantya, masyarakat kita dari waktu ke waktu semakin tercerabut dari akar tradisinya. Mungkin dari sinilah nilai-nilai cinta pada negeri sendiri mulai luntur dan perlahan-lahan hilang. Sehingga yang terjadi Indonesia saat ini.. Mendiskusikan berbagai permasalahan, apapun itu, akan menjadikan kita semakin bodoh. Ternyata begitu banyak hal yang belum kita ketahui. Semakin banyak belajar akan semakin terlihat dan terasa kebodohan kita. Mumpung masih ada kesempatan, mari belajar. Meski bodoh kan mau belajar. Solo, 14 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar