Minggu, 29 September 2013

Semoga (Menyusul) Jadi Haji Mabrur

Jum’at, 27 September 2013. Pagi hari saya mendapatkan pesan singkat (sms) dari om Din. Ia menawarkan jalan-jalan ke Asrama Haji Donohudan, Boyolali. Tujuannya tidak lain adalah untuk berpamitan dengan anggota keluarga yang tahun ini berkesempatan berangkat ke Tanah Suci. Ajakan menjadi sesuatu yang perlu diprioritaskan mengingat menjelang keberangkatan saya tidak pulang ke Jepara. Jadi hukumnya ‘wajib’ bagi saya ikut untuk mengantarkan. Sekaligus juga meminta do’a (spesial) agar dapat segera menyusul ke Baitullah. Setelah semuanya siap, kami berdua berangkat menuju asrama haji yang sebenarnya berlokasi di Boyolali, bukan Solo. Sesampainya di sana, terlihat beberapa pedagang mulai membuka dagangannya. Terlihat pula ratusan pengatar jama’ah haji dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Di musim haji seperti saat ini, suasana asrama haji tidak pernah sepi. Ada puluhan pedagang yang siap memenuhi kebutuhan calon jama’ah haji maupun para pengantarnya. Berbagai barang dagangaan dijual, mulai dari kurma, sajadah, mainan anak-anak, dan aneka makanan lainnya. Tetapi yang perlu disadari harganya selangit. Orang Jawa biasanya menyebut “meremo.” Istilah ini untuk menjelaskan kegiatan jual beli yang bersifat momentum alias tidak setiap hari. Misalnya saat musim haji seperti saat ini, atau event besar lainnya. Menunggu kedatangan bulekku, kami menyempatkan untuk sarapan soto di depan pintu gerbang Asrama Haji. Meski sudah lama di Solo, kami tetap berhati-hati dengan harga yang ditetapkan penjual. Pasalnya, tidak ada dicantumkan daftar harga makanan. Di tengah sarapan, saya sempat melihat ada sekelompok pengantar jama’ah haji yang mencoba menawar jajan dodol. Akan tetapi setelah diberitahu harga oleh penjualnya, langsung saja calon pembeli itu pergi tanpa menawar. Bayangkan saja, harga per enam dodol dibandrol Rp 14.000. Begitu juga dengan kami. Sarapan dengan menu soto dan minum teh hangat plus lima kerupuk menghabiskan sekitar Rp 20.000. Tidak lama setelah sarapan dan obrolan ringan, suara peluit terdengar di dekat pintu gerbang. Para petugas keamanan pun bersiap menyambut puluhan bis untuk masuk ke asrama haji. Rombongan itu adalah jama’ah haji kelompok terbang (Kloter) dari Kabupaten Kudus yang tidak lain adalah rombongan bulekku. Langsung saja para pengantar rombongan yang sejak pagi menunggu mendekati bis yang masuk asrama. Akan tetapi di depan gerbang sudah ada petugas keamanan yang berjaga dan melarang para pengantar jama’ah haji masuk. Dengan sabar, mereka pun kembali menunggu. Oleh-Oleh Haji Tahun ini ada dua anggota keluarga besar Bani Ali Hamim yang berangkat ke Tanah Suci. Mereka adalah Iffahdurati (bulek Atik) dan Abdul Khalik (om Khalik). Mereka ikut Kloter kabupaten Kudus, bukan Kabupaten Jepara. Tentu ada banyak alasan mengapa ikut dari kota lain. Kami yang masih duduk di warung makan, harus segera beranjak karena orang yang kami tunggu sudah datang. Kami pun segera mendekat ke pintu gerbang dan mengucapkan salam perpisahan. Sebagaimana para pengantar jama’ah lainnya, kami pun tidak bisa masuk ke asrama. Kami hanya dipersilahkan berbicara di dekat pos jaga. Saya yang kebetulan membawa ID card jurnalis di dalam tas mencoba masuk ke asrama haji. Tanpa curiga, petugas keamanan mempersilahkan saya masuk. Betapa beruntungnya di hari itu. Dari obrolan ringan ada begitu banyak cerita di rumah, mulai dari acara persiapan, banyaknya tamu, sampai acara mengantarkan sampai Kota Kretek. Sesuai jadwal, Kloter dari Kudus akan berangkat Selasa (28/9) pukul 01.30 WIB dini hari. Tidak kalah serunya adalah ribetnya persiapan menjelang dan kepulangan haji nanti. Urusan oleh-oleh bagi masyarakat pun menjadi sesuatu yang ‘wajib’ sebagaimana ibadah haji itu sendiri. Sudah menjadi tradisi bahwa setiap tamu yang datang, baik sebelum berangkat ke Tanah Suci maupun pulang dari sana, para tamu akan pulang membawa oleh-oleh. Tidak jarang para calon jama’ah haji justru disibukkan dengan urusan ini. Apa yang akan disuguhkan kepada tamu, jenisnya apa, nominalnya berapa, sudah dipertimbangkan jauh-jauh hari. Definisi mampu pun tidak sekadar sanggup berangkat, tetapi juga mampu menyuguhkan oleh-oleh para tamu. Sebenarnya begitu banyak juga do’a yang ingin saya titipkan kepada bulekku ini. Dengan singkatnya saya meminta agar keluarga seluruhnya dapat segera berziarah ke Makkah dan Madinah secepatnya. Nanti biarlah berdo’a sendiri di sana sepuasnya. Saya pun yakin bahwa seluruh keluarga Bani Ali Hamim dapat segera menyempurnakan rukun Islam dengan menunaikan Ibadah Haji yang mabrur. Ya, semoga menjadi haji mabrur… Asrama Haji Donohudan, 27 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar