Selasa, 03 September 2013

Prasasti Pernikahan Historia Community 2007

Mengungkap peristiwa di masa lalu, utamanya sebelum tahun 1500 bukanlah pekerjaan mudah. Diperlukan ketelitian dan kerja keras untuk mendapatkan sumber-sumber guna menunjang penelitian yang akan dilakukan. Sangat jarang para peminat sejarah yang berani melakukan kajian periode tersebut. Selain terbatasnya sumber yang tersedia, kebermanfaatan dari penelitian pun kurang bermakna jika dibandingkan dengan penelitan kontemporer. Prasasti adalah salah satu sumber yang dapat dijadikan bahan penelitian tema Indonesia lama. Tanpa adanya bukti (evident), sekecil apapun itu, sejarah hanya menjadi omong kosong. Bukti sezaman dan setempat ini digunakan sebagai penanda sebuah peristiwa penting di masa di mana peristiwa itu berlangsung. Dari tulisan-tulisan sejarah yang ada, kita dapat tahu banyak prasasti yang menjadi bukti keberadaan sebuah kerajaan besar di masa lalu. Meski bekas bangunan atau artefak lainnya sudah hilang, dengan hadirnya prasasti dapat menjadi bukti tak terbantahkan. Sebut saja misalnya Prasasti Pasir Awi yang menjadi bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara abad ke-6. Di dalam prasasti tersebut memuat informasi hak-hak raja dan juga agama yang dianut Raja Purnawarman adalah Dewa Syiwa. Selain itu masih banyak prasasti yang menjelaskan keberadaan kerajaan-kerajaan besar di Nusantara, seperti Sriwijaya, Kediri, Singosari, Mataram, Majapahit, dan seterusnya. Harus diakui bahwa dari waktu ke waktu minat generasi muda mempelajari sejarah semakin berkurang, terlebih lagi adalah periode pra Islam. Dibutuhkan kemampuan bahasa-bahasa kuno dan penerjemahan untuk mendapatkan informasi dari prasasti. Meski tidak diminati, akan tetapi tradisi menuliskan tanda di atas batu masih sering kita jumpai sampai saat ini. Hampir setiap peresmian tempat-tempat penting selalu ada acara penandatanganan oleh pejabat publik. Walaupun hanya berisi informasi waktu dan siapa yang meresmikan, tetap saja hal itu menjadi sesuatu yang penting. Fenomena itu pun menjadi bukti bahwa model-model prasasti masih relevan digunakan, bahkan sampai saat ini. Selama ini, penelitian yang dilakukan atas peristiwa atau kejadian di masa pra Islam hanya mengekor pada kajian yang sudah ada. Belum pernah ada penemuan signifikan yang bertentangan dengan informasi yang sudah ada sebagaimana di dalam buku-buku pelajaran sekolah. Para peneliti cenderung lebih tertarik untuk mengkaji permasalahan sosial yang bersifat kontemporer. Terlebih lagi ketika disiplin ilmu sejarah dan ilmu sosial saling berkaitan, tak terpisahkan. Seiring berjalannya waktu, perkembangan ilmu sejarah pun turut berkembang menjadi lebih luwes dalam penggunaan sumber. Pada periode kolonial (1600) banyak ditemukan sumber-sumber tulisan atau teks. Sebenarnya dari sumber tersebut dapat mengungkap berbagai peristiwa di masa lalu yang relevan dengan kondisi sekarang baik di bidang sosial, ekonomi, budaya, agama, politik, maupun kebudayaan. Sekali lagi yang patut disayangkan adalah kemampuan berbahasa asing para peneliti, utamanya (calon) sejarawan masih minim. Generasi Menulis? Sebagai mahasiswa ilmu sejarah, entah ini suatu kebetulan atau memang sudah menjadi alam bawah sadar, di akhir masa kuliah ada sebuah ide untuk menjalin persahabatan di antara kita, mahasiswa ilmu sejarah 2007. Cara yang digunakan adalah dengan membuat Prasasti Pernikahan. Kita yang mengklaim diri sebagai Historia Community 2007 membuat prasasti pernikahan tidak hanya meninggalkan bekas sebagaimana kerajaan Nusantara masa lalu, tetapi juga sebagai perekat persahabatan. Maklum saja, kami adalah angkatan yang spesial. Dari seluruh angkatan yang ada, kami lah yang jumlahnya paling minimalis. Sejak awal kami kuliah, di mata para dosen, angkatan 2007 terbilang kompak. Tidak hanya satu atau dua dosen yang mengatakan demikian. Bahkan para kakak maupun adik tingkat pun mengatakan demikian. Kami sering ngumpul, juga sering melakukan perjalanan (touring) ke beberapa obyek wisata baik itu di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Prasasti yang kami buat tidaklah seperti prasasti kerajaan yang besar dan dengan aksara kuno. Bentuk prasasti pernikahan atau lebih tepatnya adalah prasasti bergilir ini berbentuk minimalis dan portable. Di dalam prasasti yang terbuat dari batu marmer ini berisi puluhan kolom kosong. Kolom yang tersedia itu di kemudian hari akan diisi dengan nama-nama kami yang berjumlah kurang lebih 25 personil. Pengisian berdasarkan kronologis peristiwa. Artinya siapa yang menikah lebih dulu akan menempati posisi teratas, begitu seterusnya. Sesuai dengan namanya, Prasasti Pernikahan bergilir ini akan menjadi kado spesial di antara kami. Siapa yang menikah akan mendapatkan kado tersebut untuk sementara waktu. Misalnya saja di Agustus 2013 kemarin ada dua teman kami yang melangsungkan pernikahan, yaitu Langgeng dan Joyo. Dengan sangat terpaksa Langgeng hanya menerima kado tersebut hanya beberapa hari saja. Setelah itu prasasti giliran menginap di rumah Joyo. Begitu seterusnya, mengalir menjadi kado di setiap pernikahan kami. Tentunya pemilik prasasti ini adalah siapa yang akan menikah terakhir kali. Hehe…. Prasasti ini pun menjadi sarana perekat persahabatan di antara kami. Jika mengikuti trend zaman sekarang, sepertinya jika hanya menggunakan model-model prasasti sebagaimana kerajaan dulu akan ketinggalan. Karena informasi yang tersedia akan sangat terbatas. Idelanya di era gadget dan high-tech seperti saat ini, generasi muda, apalagi mahasiswa sejarah harus menjadi generasi penulis. Dengan menulis apa yang ada sekarang akan menjadi bukti untuk sejarah di masa depan. Yang terakhir, rasanya persahabatan sejak 2007 lalu sangat disayangkan jika selesai karena sudah tidak belajar lagi di kampus. Di tengah kesibukan yang ada, sebisa mungkin kami akan tetap menjalin persahabatan ini. Meluangkan waktu untuk ngobrol atau sekadar bernostalgia bersama. Meski bentuknya sederhana, Prasasi Pernikahan bergilir ini menjadi bukti bahwa Historia Community 2007 itu ada. Ditulis di Solo, 3 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar